Minggu, 05 Februari 2012

UNDANGAN PERNIKAHAN

Tiiing Nooong.... tiiiing nooooong....



Suara bel rumah membuyarkan konsentrasi membacaku. "Pagi-pagi gini, siapa yang bertamu?" batinku. Aku beranjak dari meja bacaku menuju pintu depan rumah, sebab bel terus saja berbunyi...
"Tunggu sebentar," teriakku dari dalam rumah.

Kreek...kubuka pintu, kuhujamkan pandanganku, kulihat seorang adiratna berdiri didepanku. adiratnaku! "Ti...va...? kenapa tidak kasih kabar kalau mau ke sini?" tanyaku.


"Maafkan aku Mas Luhung, oh ya, aku tidak lama... aku hanya ingin...."
"Ingin apa, tiv?"
"Aku hanya ingin memberikan surat undangan ini. buat mas. kuharap mas bisa datang. aku pamit mas..."
"Tunggu..."

Aku menatap nanar sepucuk surat undangan yang diberikannya. Ia berhenti dan membelakangiku, "Kenapa kamu lakukan ini padaku, tiva...?"

"Aku mencintainya, mas." ujar tiva yang masih membelakangiku
"Bohong! kamu bilang, hanya dua lelaki setelah ayahmu yang kau cintai. dan yang kedua itu, aku!"
"Terlaru lama menantimu, mas."
"Tetapi kenapa harus seperti ini?! seharusnya kamu bicarakan dulu padaku..."
"Mas lelaki, seharusnya lebih mengerti. maafkan aku mas, aku memang salah. tapi aku mencintainya, dan aku harus menikah dengannya. keputusanku sudah bulat, mas.."



Apa yang dikatakannya membuatku hancur. aku kecewa kepada dirinya, tapi lebih kecewa kepada diriku sendiri. seharusnya aku sadar, dalam perkara ini berlaku asas "siapa cepat dia dapat." Tapi, kurasa Tiva sangat berat mengucapkan kata "aku mencintainya," aku yakin, Tiva hanya mencintaiku, namun kenapa ia tak mau menungguku?

"Mas Luhung, aku permisi," pinta Tiva membuyarkan lamunan pikirku
"Erg, baiklah. aku akan usahakan untuk datang. selamat ya Tiva. aku bahagia bila kamu bahagia... apalagi, kamu pernah bilang, kalau kamu hanya ingin dinikahi oleh lelaki yang kamu cintai. dan... kamu kini menemukannya. selamat, hati-hati di jalan, salam untuk calon suamimu... tiv...."



"Terima kasih, Mas Luhung," pungkas Tiva sembari melangkahkah kaki meninggalkan rumahku, tanpa sedikit pun menoleh padaku. aku harus mengikhlaskan adiratnaku... pagiku... seketika menjelma jelaga...


***



HARI - H

Kulangkahkah kaki, kucoba tepis segala kekakuan dalam diriku. "Kenapa aku harus lakukan ini? bukankah aku akan menyaksikan dia yang kucintai kini menjadi milik orang lain?" aku meragu sesaat. hanya sesaat, deminya. aku akan datang!

"Mas Luhung, mari masuk, akad nikahnya akan segera dimulai." ucap salah satu adik Tiva kepadaku.
"Iya."

***

"Saya terima nikah dan kawinnya, Tiva binti Mahmud, dengan mas kawin seperangkat alat sholat, dibayar tunai..."
"Bagaimana, semuanya? sah?"
"Saahhh...,"



Maafkan aku Tiva, aku tidak bisa menahan airmataku. aku bahagia melihat hal ini. meski ada secarik kesedihan yang dalam dihatiku. tapi, aku yakin, kamu benar mencintainya. namun, kenapa, Tiva? kenapa kau juga teteskan airmata? airmata apakah itu Tiva...? airmatamu itu membuatku tersayat-sayat.



***



"Mas Luhung, mau kemana?" tanya adik Tiva

"Erg, maaf banget, mas ada urusan kerjaan, nanti tolong bilang ama Tiva, aku turut bahagia, dan semoga jadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.. salam juga buat suaminya, ya... aku pamit dulu.." ucapku sembari mencoba menyeka ujung-ujung mataku

"Iya sudah, mas. hati-hati ya. nanti Susan sampaikan."



***



Tuhan...

Aku tak mengerti arti dari airmatanya

Kuharap itu bentuk kebahagiaannya

Dan kuharap bukan karena hadirku, ia menangis

Tuhan...

Aku mencintainya

Dan, karena itu, aku tidak akan berhenti berdoa untuk keselamatannya...



***



Setahun Berlaru



"Mas Luhung, ada surat nih," ujar Mbok Nah
"Iya, Mbok. Taro aja di meja bacaku," ucapku dari kamar mandi
"Ah, surat dari siapa ini," kataku. dan aku mencoba melihat-lihat. kubalik sampul belakangnya...



Dari : Tiva Yusuf

Jalan Cinta No. 7

Kota Rindu



"Dari Tiva?" aku tidak habis pikir, setelah setahun berlaru, dan tak banyak komunikasi, ia masih mau mengirimiku surat? surat apakah ini? apakah ia tidak senang dengan suaminya itu? apakah? dan semakin penasaran, membuatku segera membacanya, meski aku masih dalam kondisi hanya berhanduk selepas mandi...



Buat Mas Luhung



Semoga Mas dalam keadaan baik. Mas... Tiva dengar dari Susan, kalau mas sampai sekarang tetap belum menemukan penggantiku, kuharap itu bukan karena mas masih mencintaku! Aku ingin mengatakan, benarlah bahwa cinta akan semakin tumbuh subur seiring berjalannya rumah tangga. dan ini terjadi padaku, mas. Aku dan Mas Yusuf, suamiku. semakin saling mencintai. memang benar, aku diawal-awal tidak begitu mencintainya. Tapi, cintanya meluluhkanku...



Mas Luhung, kuharap mas tidak menyia-nyiakan diri dengan tetap mencintaiku, dan berharap yang tidak mungkin. Terima kasih jika mas luhung senantiasa mendoakanku... aku pun, senantiasa berdoa buat mas, agar segera bisa mendapatkan pendamping yang terbaik. Amiin...



salaam



Tiva Yusuf



NB : Kutulis surat ini atas izin suamiku, ada salam darinya untukmu



Kuhempaskan diriku keranjang. kupejamkan mataku. berharap untuk selamanya terpejam.....

 COPAS ( Karna make namaku sih )
http://usupsupriyadi.blogspot.com

1 komentar: