Sudah sekitar setengah jam aku mondar-mandir di depan rumahnya. Berkali-kali aku melihat ke rumahnya.Tanganku kumasukkan ke saku celana dan sesekali mengelap keringat di keningku.
Dadaku berdebar tak menentu.Aku melihat rumah itu sangat sepi, aku yakin penghuni di rumah itu tak kan tahu maksudku .Aku benar- benar gelisah, aku kuatir ia memergoki aku dan melaporkan ke Polisi atau berteriak – teriak memanggil tetangga! Aku kuatir mulai curiga ! Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran.
Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Aku memandangi pintu pagar itu, pintu dan jendela rumah seluruhnya terkunci rapat, namun pagar itu tidak dikunci. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, tadi aku lihat seorang ibu ia hanya seorang diri.Suaminya mungkin saia , ke kantor, sebab kalau melihat kemewahan rumahnya kemungkinan suaminya seorang kantoran.Aku tak melihat seorangpun di rumah itu.
Aku tidak segera masuk, walaupun keadaan sudah sangat sepi’.aku berdiri di samping tiang telepon.Sudah dua hari ini memang aku mengintai rumah itu. Aku masih terus menanti dan menanti
Akhirnya aku tidak sabar , aku masuk ke halaman rumah itu. Debaran jantung saya mengencang kembali.Tekad saya sudah bulat , apapun yang terjadi , walau aku harus dihajar massa di sekitar rumah itu. Aku sudah tidak kuat lagi menahannya. Aku rogoh kantong dan kumasukkan surat yang telah aku tulis semalam ke bawah pintu itu lantas bergegas pulang.
Rumah itu memang rumah seorang ibu yang dompetnya aku copet di jembatan penyeberangan pasar Banyumanik, kira- kira dua minggu yang lalu.
Dan hari ini aku mengembalikan dompet yang aku copet itu lewat bawah pintu. Aku mengembalikan seluruh isinya, uang empat ratus ribu lebih, kalung emas , surat-surat penting, dan foto anak gadisnya yang sedang foto wisuda dengar latar belakang kampus UNNES Semarang, tempat yang membawa kenangan.
Di rumah itu aku merenung dan melamun melihat foto wisuda mahasiswi itu , tidak cantik sih, tapi juga tidak bisa dibilang jelek, namun jelas tercermin kepribadiaanya yang kuat, tentu ibu itu bakal bangga melihat kelak anaknya bakal membaktikan dirinya demi anak- anak bangsa.
Bersama dompet yang aku masukkan ke kantong plastik hitam itu aku sertakan surat yang aku tulis semalam :
"Ibu yang baik, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya. Sudah dua semester ini aku tidak bayar uang semesteran . Bapakku sudah tidak sanggup lagi membiayai aku, yah maklumlah ayahku cuman seorang tukang becak , emak hanya seoarang penjual siwalan di parkiran bis dekat tempat pariwisata makan Sunan Bonang Tuban, aku di Semarang numpang kakakku yang suaminya juga seorang tukang becak.
Ibu yang baik, aku hampir menyelesaikan studiku di UNNES , aku terancam di DO kalau tidak bisa menyelesaikan uang kuliahku, aku sudah berusaha mencari tambahan saku dengaan jaga warnet di malam hari, kalo siang aku jualan teh di pasar Banyumanik, tapi uang itu tak cukup juga buat makan di Semarang ini.
Ibu yang baik, Jikalau ini terjadi sewaktu semester awal , pasti aku dengan ikhlas bakal keluar dari kuliah dan kembali ke kampung untuk menyusul teman-temanku yang narik becak di Gresik. Tapi ini terjadi pada semester akhir , aku ingin lulus dan membaktikan diriku di kampung.
Saya sadar ibu, apa yang telah aku lakukan pada ibu , aku hanya sekali ini bakal berjanji dalam hidupku , hanya sekali ini perbuatan naïf ini aku lakukan.
Ayahku sudah sangat tua bu, dan sudah sakit sakitan , kemarin aku dengar bapakku jatuh di jalanan karena menahan sakit untuk tetap menarik becak.Aku adalah mimpi keluargaku dan aku ingin mewujudkannya bu.
Ibu , dua minggu yang lalu, aku pulang ke kampungku di Tuban ,sampai rumah aku mendapati ibuku sakit keras , tak sesuap nasipun ada di dapur. Di sampingnya ayahku terisak – isak sambil bercerita bahwa rumah tempat tinggalku itu kini tlah dijual untuk membiayai kuliahku.Aku melihat keriput wajah ayahku yang menggambarkan perjalanan hidup dan kesengsaraan yang di alaminya. Ayah menyarankanku untuk berhenti saja dari kuliah dan melanjutkan pekerjaanya untuk menarik becak. Aku menangis dalam hati bu, aku menyanggupinya dan aku berpamitan pada ayah untuk mengemasi pakaianku yang masih ada di Semarang dan akan kembali ke kampung.
Aku balik di kampung hanya dua hari bu, aku tidak mungkin tega untuk minta uang saku pada orangtuaku. Kemarin aku pamit balik ke Semarang pada orangtuaku numpang truk jurusan Surabaya-Semarang tanpa sepeserpun membawa uang digandengan belakang sepanjang perjalanan aku diguyur hujan. Aku berjanji dalam hati untuk mencari kerja di Semarang.tapi aku sangat kesulitan ,sudah dua hari di semarang aku belum kemasukan barang sesuap nasi dan akhirnya terdesak, sedianya uang ibu mau aku belikan nasi bungkus namun aku jadi sadar.
Mohon maaf ibu ini dompet ibu aku kembalikan.Doakan aku tidak akan jadi orang yang tersesat lagi.Semoga kejadian ini kejadian pertama dan terakhir.
*****
Rasanya plong aku telah mengembalikan dompet ibu itu , aku selalu istighfar mengingat kejadian itu , suatu saat kalau ada ijin Tuhan , ingin rasanya aku menemui ibu itu lagi ..Ya Allah , ampuni hambamu ini.
Sampai saat ini aku masih terbayang foto gadis yang ada di dompet itu , aku mendoakan semoga ia dapat mendidik generasi yang kelak akan hidup lebih baik dan tidak ada lagi mahasiswa yang bernasib seperti aku ini.Hem…. Sadar aku tidak boleh membayangkan terlalu jauh karena …. AKU HANYALAH SEORANG PENCOPET.
pencopet hati nich kyknya.....
BalasHapuswa ka ka ka kaka kaka
BalasHapus